Selasa, 01 Juli 2008

nilai etika dan estetika dalam berbudaya,termasuk ke dalam nilai-nilai pendidikan.


Print E-mail
Proses Pendidikan dalam Ranah Pendidikan Nilai

GAMBARAN tentang orang Indonesia yang ramah, berbudaya, dan berbudi pekerti luhur telah memudar. Kesan yang muncul adalah kekerasan, dan tindakan tidak manusiawi terjadi hampir di seluruh pelosok negeri dan berlangsung dalam waktu yang lama. Tudingan ini lebih tertuju pada kegagalan pendidikan nilai yang dibina pada tiap lembaga pendidikan. Bahkan dengan tegas Timo Teweng (Bali Post, 13/9/2005) mengklaim, merebaknya gejala seperti ini akibat kegagalan dalam menumbuhkan pendidikan nilai.


Pendidikan sebagai proses alih nilai mempunyai tiga sasaran. Pertama, pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang mempunyai keseimbangan antara kemampuan kognitif dan psikomotrik di satu pihak serta kemampuan afektif di pihak lain. Dalam hal ini dapat diartikan, pendidikan menghasilkan manusia yang berkepribadian, tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang luhur, serta mempunyai wawasan dan sikap kebangsaan dan menjaga serta memupuk jati dirinya. Dalam hal ini proses alih nilai dalam rangka proses pembudayaan.

Kedua, dalam sistem nilai yang dialihkan juga termasuk nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan, yang terpancar pada ketundukan manusia Indonesia untuk melaksanakan ibadah menurut keyakinan dan kepercayaan masing-masing, berakhlaq mulia, serta senantiasa menjaga harmoni hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya. Dalam kaitan ini konsep Tri Hita Karana dikumandangkan. Implementasi alih nilai dalam proses merupakan proses pembinaan imtaq.

Ketiga, dalam alih nilai juga dapat ditransformasikan tata nilai yang mendukung proses industrialisasi dan penerapan teknologi, seperti penghargaan atas waktu, etos kerja tinggi, disiplin, kemandirian, kewirausahaan dan sebagainya. Dalam hal ini, proses alih nilai merupakan proses pembinaan iptek.

Menyikapi secara kritis begitu pentingnya menumbuhkembangkan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti perlu dikembangkan atau diperkokoh tidak lain karena merupakan konsukuensi logis dari keberadaan (eksistensi) serta hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk berbudaya. Sebagai makhluk sosial dan makhluk yang berbudaya, manusia berada pada jaringan interaksi interdependensi dengan sesama manusia yang diatur dalam pola-pola jaringan norma yang dijabarkan dari nilai yang hidup serta beroperasi di satu kelompok masyarakat. Sistem pendidikan harus berpedoman pada seperangkat aturan dan pengaturan, yang memang dirancang demi pendekatan sistemik dan bukan untuk disiasati melalui pendekatan perseorangan.

Pendidikan budi pekerti tidak bisa lepas dari sistem nilai yang dimiliki oleh masyarakat serta proses internalisasi nilai untuk melestarikan sistem nilai tersebut. Proses internalisasi nilai itu sendiri tidak lain dari salah satu aspek dari substansi proses pendidikan dalam arti luas. Dengan demikian pendidikan budi pekerti terkait dengan proses pendidikan baik yang berlangsung di keluarga (bagian dari isi pola asuh), di masyarakat (bagian dari interaksi sosial), maupun di sekolah (bagian dari proses pendidikan formal). Atas dasar ini pendidikan budi pekerti menumbuhkan sikap serta perilaku sehari-hari yang mencerminkan sistem nilai yang hidup di suatu masyarakat. Dengan demikian pengembangan pendidikan budi pekerti juga merupakan pengembangan budaya dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Uraian singkat di atas, memberikan gambaran dalam pendidikan keluarga dan masyarakat, proses interaksi peserta didik yang menyangkut nilai tambah keyakinan, sikap, budi pekerti dan perilaku berlangsung secara lebih intensif, terutama dalam proses pembudayaan dan pembinaan imtaq. Hal ini dimungkinkan karena dalam kedua lingkungan pendidikan tersebut, proses alih nilai dapat berlangsung lebih intensif dengan adanya proses pembiasaan dan peneladanan (percontohan). Pembinaan sikap dan perilaku dialami peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Sementara percontohan dapat dilihat langsung dari sikap dan perilaku orang tua maupun tokoh masyarakat (formal maupun non formal).

Pembinaan imtaq dan pembudayaan pada dasarnya meliputi pembinaan terhadap keyakinan, sikap, perilaku dan budi pekerti dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kesemua aspek tersebut dapat berkembang apabila ada pemahaman dan wawasan keagamaan dan budaya yang diperoleh dari proses alih pengetahuan, serta internalisasi nilai-nilai keagamaan dan budaya yang diperoleh dari proses alih nilai. Dalam lingkungan keluarga dan masyarakat proses alih nilai berlangsung secara lebih berkesinambungan sehingga interaksi berlangsung secara lebih efektif dibandingkan yang terjadi di dalam kelas. Di samping faktor pembiasaan dan peneladanan di atas, pembinaan imtaq dan pembudayaan dalam keluarga juga akan lebih berhasil karena adanya penghayatan terhadap nilai-nilai agama yang melahirkan keyakinan, sikap, perilaku dan budi pakerti dan akhlak seperti di atas.

Dalam pembinaan budi pekerti di sekolah, sering ditemukan dua model pendekatan dalam penanaman nilai-nilai imtaq dan pembudayaan. Pertama, pendekatan struktur-kuantitatif, pendekatan yang menitikberatkan pada satuan subjek dan jam belajar. Kedua, pendekatan fungsional kualitatif, yaitu pendekatan menitikberatkan pada substansi kegiatan belajar mengajar sebagai wahana proses alih nilai (Praktiknya, 1997: 6). Pendekatan pertama biasanya mengusulkan adanya mata pelajaran khusus dan jam pelajaran memadai, sementara pendekatan yang kedua lebih pada intensitas pendidikan nilai (budi pekerti, agama, lingkungan, wawasan kebangsaan, dan sebagainya) pada setiap mata pelajaran yang ada secara integrative dan proporsional.

Terlepas dari kontroversi kedua pendekatan tersebut, untuk konteks pendidikan dasar dan menengah yang jumlah subyek dan jam belajarnya yang sudah padat, maka pendekatan kedua lebih cocok untuk kita upayakan dalam rangka validasi pendidikan budi pekerti dalam wahana sekolah.

Selain itu, pelaksanaan pendidikan nilai di sekolah, sekolah perlu situasi pendidikan dan kegiatan-kegiatan yang terprogram yang membawa pendidikan nilai yang mengandung nilai-nilai luhur budaya bangsa. Menciptakan situasi sekolah yang memungkinkan bagi siswa untuk menyaksikan dengan mata kepala sendiri, mengetahui dengan pengertian yang benar, serta mengalami sendiri bagaimana nilai-nilai itu dihayati dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Mampukah pendidikan budi pekerti menjembatani penanaman pendidikan nilai? Walaupun pendidikan budi pekerti sudah diajarkan di sekolah dan di lembaga pendidikan lainnya, pelajaran pendidikan budi pekerti ditempatkan sebagai wahana pembelajaran kognitif akan nilai-nilai. Pelajaran budi pekerti tidak dapat semata mata diandalkan untuk pendidikan nilai. Paul Suparno, SJ, pakar pendidikan dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mengusulkan, sebaiknya pelajaran budi pekerti dikelola oleh guru yang mempunyai kompetensi, sehingga dalam kadar tertentu hasilnya dapat menyentuh ke aspek psikososial dan penalaran moral. Timo Teweng dalam pandangannya di harian ini, merasa pesimis akan penanaman pendidikan nilai pendidikan nilai akan terasa hambar, jika beberapa perilaku kita masih sangat bertentangan dengan nilai-nilai moral.

sumber :

http://www.parisada.org


Senin, 23 Juni 2008

Kemampuan Baca Rendah Picu Tawuran - Lembaga pendidikan hendaknya berani ganjar sanksi keras


JAKARTA (Media): Rendahnya kemampuan membaca para siswa dan banyaknya acara kekerasan di televisi menyebabkan tingginya tingkat tawuran pelajar.

Budayawan Taufik Ismail mengungkapkan hal ini kemarin menanggapi banyaknya tawuran meski sudah memasuki bulan Ramadan. Ia bahkan mengatakan bahwa kemampuan `membaca` pada pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) -- artinya menyelesaikan satu buku hingga selesai dan menulis kembali temanya -- masih nol.

Buku bacaan yang dianggap dapat meredam kecenderungan tawuran pada anak sekolah adalah tema-tema yang bernilai sastra. Alasannya? "Buku bertema sastra biasanya mempengaruhi perasaan manusia untuk bertingkah laku yang lembut dan kasih sayang," kata Taufik.

Taufik juga menduga maraknya tawuran antarpelajar yang masih terjadi terus-menerus, meski saat bulan Ramadan, dapat disebabkan pengaruh tayangan televisi yang menampilkan film-film kekerasan.

"Vandalisme pelajar disebabkan mereka nonton film-film keras di tv," katanya.

Ia mengatakan hal itu berdasarkan penelitian pada enam televisi swasta di Indonesia pada 1998. Menurut penelitiannya, pemutaran film yang bertema kekerasan berkaitan dengan peningkatan jumlah kekerasan antarpelajar.

Dalam kurun waktu lima tahun, kelima televisi swasta tersebut memutar 5.000 tayangan film, 4.000 di antaranya merupakan film bertema kekerasan yang menampilkan adegan penembakan, darah, dan penganiayaan.

Akibatnya, Taufik menduga tema-tema kekerasan itulah yang memicu tawuran antarpelajar, khususnya di DKI Jakarta. Pembenaran sinyalemen Taufik itu juga pernah diungkapkan oleh organisasi yang bergerak di bidang penelitian di Amerika Serikat.

Dari hasil penelitiannya, disebutkan meningkatnya angka kekerasan pada anak disebabkan pengaruh tayangan televisi yang menampilkan adegan-adegan kekerasan.

"Seharusnya televisi memberitahu bahwa tawuran adalah pekerjaan orang primitif yang tidak pantas dilakukan oleh pelajar," katanya.

Sementara, Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr Muhamadi S berpendapat bahwa selain lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah punya andil dominan terhadap pembentukan perilaku pelajar. "Lembaga pendidikan hendaknya berani mengganjar dengan sanksi yang keras jika mengetahui bahwa siswanya melakukan tawuran dengan cara-cara yang sadis, hingga menimbulkan korban jiwa," katanya. "Hukum dan pendidikan harus ditegakkan secara bersama-sama sebagai wahana untuk mengeliminasi perilaku menyimpang dari siswa."

Kendati demikian, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta ini mengingatkan, tidak cukup jika upaya meredam kenakalan pelajar hanya dari lingkungan sekolah. "Persoalan kenakalan pelajar menyangkut aspek masyarakat kita yang sejak dini sudah tidak tertata secara benar," katanya.

Tapi, Dekan Fakultas Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Dr Mulyono Abdurahman mengatakan bahwa banyak aspek yang mempengaruhi perilaku pelajar yang sudah berada dalam tataran mengenaskan dari aspek pendidikan.

"Kita ikut bingung harus mulai dari mana untuk mengeliminasi perilaku menyimpang tawuran pelajar di Jakarta," katanya. "Hal itu perlu melibatkan semua aspek sosiologis," tambahnya

Yang perlu didesak terus agar ada upaya-upaya preventif maupun afektif dari instansi berwenang, keluarga, dan masyarakat untuk memikirkan dan memberi contoh perilaku sosial secara wajar.

Ia juga mengingatkan bahwa setiap manusia seharusnya memegang amanah sebagai pendidik, minimal bagi dirinya sendiri sehingga bisa jadi contoh bagi generasi di bawahnya. "Tapi pada masyarakat kita, kondisi itu belum ditemukan akibat pola sosial Indonesia secara umum mengalami distorsi struktural," kata Mulyono.

Kepala Bidang Pembinaan Generasi Muda Kanwil Depdiknas DKI Jakarta Adang Ruchyat pernah mengungkapkan simpul rawan tawuran itu telah menyebar merata di masing-masing wilayah di DKI Jakarta sebab didukung oleh faktor lingkungan masyarakat yang menyebabkan tawuran mudah tersulut.

Berdasarkan catatan Kanwil Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) DKI Jakarta, terdapat sekitar 253 titik simpul rawan tawuran antarpelajar dan melibatkan 137 sekolah.

Lokasi rawan itu biasanya secara sosiologis dihuni oleh anggota masyarakat yang kurang menjunjung norma agama atau sosial dan lokasi yang terdapat kerumunan massa, misalnya titik temu angkutan jalan raya.(Sto/B-3)

Sumber :


www.asmakmalaikat.com

Kamis, 19 Juni 2008

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN

SEKOLAH MENENGAH UMUM/MADRASAH ALIYAH

PROGRAM STUDI IPA

MATA PELAJARAN BIOLOGI

No.

Materi

Kompetensi yang Diujikan

Bentuk Penilaian

1

Keanekaragaman hayati

- Mampu menentukan variasi pada tingkat yang berbeda dan mengklasifikasikan makhluk hidup berdasarkan sistem tertentu

Tes tertulis dan praktek

2

Virus dan monera

- Menjelaskan struktur tubuh, reproduksi maupun peranan virus dan monera

Tes tertulis

3

Tumbuhan ganggang, lumut dan tumbuhan paku

- Menentukan ciri, reproduksi dan peranan dari ganggang, lumut, tumbuhan paku

Tes tertulis

4

Invertebrata

- Menjelaskan ciri, reproduksi dan peranan dari protozoa, porifera, coelenterata, cacing, moluska dan ekinodermata

Tes tertulis

5

Jamur

- Menjelaskan ciri, reproduksi dan peranan dari zygomicotina, ascomycotina, basidiomicotina dan deuteromicotina

Tes tertulis

6

Ekologi

- Memahami prinsip ekologi, interaksi antar komponen dari tingkat individu sampai tingkat bioma dan perkembangan ekosistem

Tes tertulis

7

Aksi interaksi

- Menjelaskan prinsip dan pola interaksi yang melibatkan faktor biotik, abiotik, rantai makanan, aliran energi dan siklus biogeokimia dalam ekosistem

Tes tertulis

8

Lingkungan

- Menerapkan prinsip etika lingkungan untuk menjaga keseimbangan lingkungan

Tes tertulis

9

Pelestarian sumber daya alam hayati

- Menjelaskan cara melestarikan sumber daya alam hayati

Tes tertulis

10

Struktur hewan

- Memahami struktur hewan dari jaringan, organ sampai sistem organ

Tes tertulis

11

Struktur tumbuhan

- Memahami struktur fungsi jaringan tumbuhan dan mengkomunikasi hasil pengamatan tentang jaringan dan organ

Tes tertulis

12

Pertumbuhan dan perkembangan

- Mampu menjelaskan proses pertumbuhan dan perkembangan disertai faktor yang mempengaruhinya

Tes tertulis

13

Gerak pada tumbuhan

- Memahami berbagai macam gerak tumbuhan dan penyebabnya

Tes tertulis

14

Mekanisme gerak pada vertebrata

- Menjelaskan mekanisme gerak pada hewan vertebrata

Tes tertulis


No.

Materi

Kompetensi yang Diujikan

Bentuk Penilaian

15

Transportasi pada tumbuhan

- Memahami pengangkutan bahan pada tumbuhan melalui difusi, osmosis dan transpor aktif

Tes tertulis

16

Sistem sirkulasi pada hewan dan manusia

- Memahami alat, proses dan sirkulasi pada manusia atau hewan, serta kelainan pada sistem sirkulasi manusia

Tes tertulis

17

Sistem percernaan makanan

- Menjelaskan fungsi zat makanan dan proses pencernaan makanan pada manusia dan hewan, serta gangguan pada sistem pencernaan manusia

Tes tertulis dan praktek

18

Sistem pernapasan

- Menjelaskan alat respirasi, proses dan gangguan pada sistem respirasi

Tes tertulis

19

Sistem ekskresi

- Menjelaskan alat, proses, dan gangguan pada sistem ekskresi

Tes tertulis

20

Sistem koordinasi

- Menjelaskan struktur fungsi alat, proses dan gangguan pada sistem saraf, indera dan endokrin

Tes tertulis

21

Sistem Reproduksi

- Menjelaskan struktur dan fungsi alat, serta proses reproduksi pada tumbuhan biji dan mamalia

Tes tertulis

22

Pemencaran organisme

- Menentukan hubungan antara struktur alat pemencaran dan penyebab pemencaran pada tumbuhan

Tes tertulis

23

Sel

- Memahami struktur dan fungsi bagian-bagian sel

Tes tertulis

24

Reproduksi sel

- Memahami proses mitosis dan meiosis

Tes tertulis

25

Metabolisme

- Memahami tahapan-tahapan dalam proses metabolisme

Tes tertulis dan praktek

26

Substansi genetika

- Mendeskripsikan struktur dan fungsi substansi genetik

Tes tertulis

27

Pola-pola hereditas dan Hereditas pada manusia

- Menerapkan prinsip pola-pola hereditas pada kasus yang diberikan baik pada tumbuhan, hewan atau manusia

Tes tertulis

28

Mutasi

- Memahami penyebab, akibat dan macam mutasi

Tes tertulis

29

Asal usul kehidupan

- Memahami asal usul kehidupan berdasarkan evolusi biologi dan evolusi kimia

Tes tertulis

30

Evolusi

- Menjelaskan fenomena evolusi, mekanisme evolusi dan petunjuk adanya evolusi

Tes tertulis

31

Biogeografi

- Menghubungkan daerah sebaran organisme dengan organisme yang ada

Tes tertulis

32

Upaya manusia dalam pengembangan sumber daya alam hayati

- Memahami usaha manusia dalam pengembangan tanaman dan hewan untuk meningkatkan pemanfaatannya dan pelestarian sumber daya alam hayati

Tes tertulis

33

Bioteknologi

- Memahami proses bioteknologi beserta keuntungan dan kerugiannya

Tes tertulis

B I O L O G I

SMP Nasional Kontraktor Production Sharing (KPS) Balikpapan

MENGUJI KARBOHIDRAT PADA TANAMAN

Siswa secara berkelompok melakukan kegiatan menutup sebagian daun dengan kertas timah/aluminium foil/kertas karbon untuk menghalangi sinar matahari agar tanaman tidak melakukan fotosintesis.

Siswa sedang menutup sebagian daun pada beberapa tanaman

Kurikulum Biologi Kelas IX

Standar Kompetensi 1 :

Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia

Kompetensi Dasar :

Mendeskripsikan sistem ekskresi pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan

Mendeskripsikan sistem reproduksi dan penyakit yang berhubungan dengan sistem reproduksi pada manusia

Mendeskripsikan sistem koordinasi dan alat indera pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan

Standar Kompetensi 2 :

Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

Kompetensi Dasar :

Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi.

Kurikulum Biologi Kelas VIII

Standar Kompetensi 1 :

Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia

Kompetensi Dasar :

1.Menganalisis pentingnya pertumbuhan dan perkembangan pada makhluk hidup

2.Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia

3.Mendeskripsikan sistem gerak pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan

4.Mendeskripsikan sistem pencernaan pada manusia dan dan hubungannya dengan kesehatan

5.Mendeskripsikan sistem pernapasan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan

6.Mendeskripsikan sistem peredaran darah pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan

Standar Kompetensi 2

Kurikulum Biologi Kelas VII

Standar Kompetensi 1 :

Memahami gejala-gejala alam melalui pengamatan

Kompetensi Dasar :

1. Melaksanakan pengamatan objek secara terencana dan sistematis untuk memperoleh informasi gejala alam biotik dan abiotik

2. Menggunakan mikroskop dan peralatan pendukung lainnya untuk mengamati gejala-gejala kehidupan

3. Menerapkan keselamatan kerja dalam melakukan pengamatan gejala-gejala alam

Standar Kompetensi 2 :

Memahami keanekaragaman makhluk hidup

Kompetensi Dasar :

1. Mengidentifikasi ciri-ciri makhluk hidup

2.Mengklasifikasikan makhluk hidup berdasarkan ciri-cirinya.

Sabtu, 07 Juni 2008

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN

  1. ESENSIALISME
1.1 pengertian

Esensialisme yaitu pendidikan yang berdasarkan pada nilai-nilai budaya yang sudah ada sejak awal peradaban umat manusia.

Esensialisme muncul ketika zaman Renaissance.

ciri utama yang berbeda dengan progresivisme,yaitu:
Perbedaan utamanya ialah dalam memberikan dasar pada pendidikan yang penuh fleksibilitas,serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.

Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.

1.2 aliran yang membentuk esensialisme

Idealisme dan realisme .

Dua aliran ini sebagai pendukung esensialisme, tetapi tidak menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.


1.3 Pangkal sejarah esensialisme

Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman


1.4 Tokoh yang berperan dalam Esensialisme


1. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual.

2. George Santayana
tokoh ini memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwasanya nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman setiap orang menentukan adanya kualitas tertentu.

1.5 Penerapannya di Bidang Pendidikan
1. Mengenai Belajar
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku.

Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos.

belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri.

2.Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiologi dan organisasi yang kuat.

  1. PROGRESIVISME

2.1 pengertian

Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918.
Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.
Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff.

2.2 konsep dasar

Progravisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi maslah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri (Barnadib, 1994:28). Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu statemen progrevisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang merupakan bagian utama dari kebudayaan yang meliputi ilmu-ilmu hayat, antropologi, psikologi dan ilmu alam.

2.3 pendapat progresivisme

Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" dan juga pengalaman teman sebaya

2.4 Tokohyang berperan dalam Progresivisme

  1. William James (11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)

James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku.

  1. John Dewey (1859 - 1952)

Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas

  1. Hans Vaihinger (1852 - 1933)

Hans VaihingerMenurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.

2.4 Pandangan Progesivisme dan

Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.


2.5 Penerapannya di Bidang Pendidikan


filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum yang bersifat luwes

(fleksibel) dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan zamannya.Sifat kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat direvisi dan jenisnya yang memadai, yaitu yang bersifat eksperimental atau tipe Core Curriculum. Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas manusia dalam hidupnya selalu berinteraksi didalam lingkungan yang komplek.

Progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan harus terintegrasi dalam unit. Dengan demikian core curriculum mengandung ciri-ciri integrated curriculum, metode yang diutamakan yaitu problem solving. Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi dalam unit, diharapkan anak dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.

3. PERENIALISM

3.1 pengertian

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.

3.2 Pandangan perenialisme tentang pendidikan

kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.

Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:

1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal (Plato)

2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles)

3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)

3.3 Tokohyang berperan dalam Perenialisme

  1. Plato

Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan

  1. Aristoteles

Ia menganggap penting pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral

  1. Thomas Aquinas

Thomas berpendapat pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu. Seorang guru bertugad untuk menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata

  1. REKONSTRUKSIONISME


4.1 pengertian

Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggeris rekonstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, aliran rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran

proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama terse but memerlukan kerjasama antar ummat manusia.

4.2 Tokoh yang berperan dalam Rekonstruksionisme

Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg

4.3 Pandangan dan Penerapannya di Bidang Pendidikan

Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya inetelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.

Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya leori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.

sumber:
pakguruonline.pendidikan.net
wikipedia.org/wiki/Progresivisme
blog.persimpangan.com